Isu yang sedang ‘panas’ saat ini adalah Trump dan kebijakan
imigrasinya, yang menyulitkan umat Islam, baik pendatang dari tujuh
negara, maupun umat Islam yang sudah menetap di Amerika. Sebagai muslim,
kita tentunya turut prihatin dengan kondisi tersebut. Hidup sedang
tidak mudah bagi mereka.
Lalu bagaimana kita harus menanggapinya? Geram, marah,emosi, benci?
Dr Aidh Al Qarni (2014, hal 39) dalam bukunya berjudul La Tahzan memaparkan,“Jan gan meletakkan bola dunia di atas kepala!”
Beliau menulis, “beberapa orang merasa bahwa diri mereka terlibat dalam
perang dunia, padahal mereka sedang berada di atas tempat tidur.
Tatkala perang itu usai, yang mereka peroleh adalah luka di pencernaan
mereka, tekanan darah tinggi, dan penyakit gula. Mereka merasa terlibat
dengan semua peristiwa.”
Ya, kita seringkali marah dengan peristiwa-peris tiwa
yang terjadi di sekitar kita. Terutama bagi muslim, peristiwa yang
menyulut pitam kita adalah ketika ada muslim di belahan dunia lain
sedang tertindas. Di Rohingya, di Palestina, dan kini di Amerika.
Aku pikir, geram dan marah adalah reaksi yang wajar. Namun, bila berkepanjangan, kamu sendiri yang akan tersakiti.
Ketahuilah, kawan, BANYAK sekali peristiwa yang tidak sesuai dengan
harapan kita. Dunia memang didesain seperti itu. Dan sebagian besar di
antaranya tidak bisa kita ubah begitu saja dengan tangan kita.
Hei, apakah Baginda Rasulullah SAW mengubah kekacauan umat dalam
semalam? Tidak. Separuh masa dakwahnya dihabiskan untuk menanamkan
tauhid pada penduduk Mekkah. Hasilnya pun minimum. Insiden penyiksaan
dan penghinaan di kota Thaif menjadi saksi hal tersebut. Bahwa orang
selevel Baginda pun pernah sangat kesulitan untuk mengubah keadaan.
Bagaimana reaksi spontan beliau? Beliau memilih berprasangka baik.
Meyakini diri dan Jibril bahwa keturunan penduduk Thaif akan berperilaku
lebih baik dan sudi menerima tauhid.
Reaksi beliau bisa kita
tiru. Kita mungkin tidak bisa mengubah keadaan, tetapi bisa mengubah
hati kita lebih dulu. Itu jauh lebih mudah.
Kemarin atau dua
hari yang lalu, salah satu surat kabar tersohor negeri ini menampilkan
foto kerumunan pendemo yang menentang kebijakan Trump. Aku menyusuri
foto itu dan mendapati salah seorang pendemo mengangkat spanduk
bertuliskan, “Aku cinta perempuan muslim!!”.
Di foto yang lain, ada pendemo mengangkat kadus bertuliskan, “Aku tidak protes kok, aku cuma kesepian.”
Hei, spanduk-spanduk
itu membuatku tertawa. Pun merasa lega. Meskipun situasi sedang tidak
berpihak, ternyata mereka menanggapinya dengan semangat positif. Itu
sedikit banyak tercermin dari spanduk-spanduk bernada humoris tersebut.
Semangat itu semestinya menular pada kita. Bahwa muslim di negeri paman
Sam itu tidak berpangku tangan. Mereka pun berjuang. Kau harus tahu,
muslim-muslim di Amerika adalah muslim-muslim bermental terkuat yang aku
tahu. Itu terlihat dari beberapa tokoh syi’ar di Amerika seperti Nouman
Ali Khan dan Yusha Evan. Dakwah mereka sangat menggebu-gebu, up to
date, dan begitu menyentuh realitas. Bahkan aku bisa lebih dekat pada
islam berkat mereka.
Maka, kembali lagi. Bila sulit ubah
keadaan, ubahlah hatimu. Ganti amarahmu dengan kepercayaan. Kepercayaan
bahwa saudara-saudara kita pun sedang berusaha mengubah keadaan. Tak lupa selipkan doa supaya situasi membaik. Itu akan lebih baik bagi hati kita.