Aku terbiasa menulis dengan nama pena. Dan ketika tulisanku mulai
dibaca dan disukai banyak orang, mereka mulai bertanya siapakah
identitas di balik nama-nama penaku. Biasanya, aku hanya menjawab
seadanya,tanpa menjelaskan panjang lebar tentang diriku.
Nah,sekarang giliranku bertanya : memangnya penting mengetahui identitasku??
Menurutku, identitas penulis itu tidak penting. Mungkin kamu tidak sepakat, tetapi aku punya alasan. Akan ku jelaskan.
***
~ Tulisan tak berpenulis ~
Aku telah membaca berbagai buku dan tulisan, dengan beragam genre dan
gaya penulisan. Beberapa di antaranya sangat berkesan buatku. Mengapa
mereka berkesan? Apakah karena ditulis oleh penulis kondang A atau
penulis kondang B? Tidak, kawan. Alasan itu sama sekali tidak masuk
akal. Mereka berkesan buatku karena aku memang menyukai tulisannya. Itu
saja.
Hei, bahkan tulisan terbaik yang pernah aku baca tidak jelas siapa penulisnya.Tuli san
yang aku maksud adalah Al-Quran. Ya, kita tahu buku tersebut merupakan
kumpulan dari firman Allah SWT. Namun, aku akan mencoba memposisikan
diri sebagai orang tak beragama yang baru pertama kali melihat Al-Quran.
Aku ambil sebuah Al-Quran, lalu aku amati cover-nya baik-baik.
Ada yang janggal di sana : buku tersebut tidak mencantumkan nama penulis.
Hei, ini serius? bagaimana mungkin aku bisa percaya isi buku ini kalau
nama penulisnya saja tidak ada? Jawabanku adalah : aku tidak butuh itu.
Aku ingat betul, kalimat pertama Al-Quran yang masuk ke relung hatiku adalah surat Al-Baqarah ayat 216 yang berbunyi :
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal ia amat baik bagimu dan boleh
jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk bagimu, Allah
mengetahui sedang kamu tidak mengetahui”
Aku tidak tahu
siapa yang menulisnya. Pun tidak peduli. Namun yang kudapati ketika
membaca ayat tersebut adalah betapa solid kebenaran yang disampaikannya.
Ya, ketika lebih muda, aku memang membenci BANYAK hal yang terjadi
dalam hidupku. Tak bisa kusebutkan satu per satu. Namun, seiring waktu,
aku sadari bahwa semuanya membawa kebaikan. Dan ayat tersebut
membenarkannya.
Penulisnya siapa, aku tak peduli. Itu tidak
relevan. Yang aku tahu, tulisan itu baik bagiku dan itu cukup. Dan
tampaknya, Sang penulis menyadari hal itu. Maka itu, Dia tidak
mencantumkan namanya di cover.
~ Kerahasiaan identitas adalah pelindung ~
Aku mencoba meniru prinsip menulis Sang penulis Al-Quran, yaitu menulis
tanpa membeberkan identitas. Bukan, bukan karena aku ingin
menyamai-Nya. Namun supaya aku bisa melindungi diriku dan orang yang
membaca tulisanku.
Melindungi diri?
Ya, melindungi diri.
Dulu aku pernah membeberkan identitas asli dari nama penaku kepada
beberapa teman-temanku. Aku menyesalinya. Pasalnya, sejak saat itu,
orang-orang jadi menyanjungku berlebihan. Aku jadi sombong. Mabuk
pujian. Merasa di atas segalanya. Aku jadi kehilangan ketulusan dalam
menulis.
Itu semua membunuhku. Aku pun berhenti membeberkan
identitasku supaya bisa merebut kembali ketulusanku dalam menulis. Tak
apa tak dikenal, itu harga yang sepadan.
Tujuan kedua adalah melindungi orang yang membaca tulisanku.
Ya, kamu yang sering membaca tulisanku, jangan terlena. Satu-satunya
yang menghubungkan diriku dan dirimu saat ini adalah tulisanku. Maka
kekagumanmu adalah pada tulisanku, bukan kepadaku. Keduanya adalah hal
berbeda.
Mengagumi butuh energi. Maka simpanlah untuk orang-orang yang pantas mendapatkannya, seperti nabi Muhammad SAW. Mengagumi beliau tidak akan menyita energimu, tetapi menambahnya.
Demikian. Jika tulisan ini bermanfaat bagimu, itu cukup bagiku, pun bagimu.