Guru yang tidak piawai, atau murid yang sombong ?

By Labels: at
Pernahkah ikut majelis ilmu, tetapi kamu sulit mengerti apa yang disampaikan oleh si pengajar? Lalu kamu kesal karenanya? Aku pernah.
Beberapa tahun yang lalu, masjid dekat rumahku kerap memanggil seorang ustadz yang satu ini. Baik ketika Ramadhan maupun hari-hari biasa. Dia spesialis di bidang ilmu tafsir dan tazkiyatun nafs (pembersihan jiwa). Sepertinya, beliau adalah favorit masjid ini. Soalnya dia punya jadwal tetap mingguan.
Sayangnya, aku tidak pernah menyukainya. Bukan karena tabiatnya menyebalkan. Bukan. Namun, karena aku tidak pernah mengerti isi ceramahnya.
Ceramah oleh ustadz lain biasanya lebih mudah aku serap. Namun, tidak untuk ustadz yang satu ini. Menurutku, dia bertutur kata terlalu cepat, sehingga maknanya sulit aku tangkap. Intonasinya juga kadang terlalu berapi-api, seakan sedang memarahi para hadirin. Dan aku sama sekali tidak suka itu.
Alih-alih mendapat ilmu, aku justru kesal padanya. Aku dengar dia lulusan S3 luar negeri, tetapi kok cara mengajarnya payah sekali? Paling hanya 5% dari ceramahnya yang bisa aku mengerti.
Yang lebih mengherankan, mengapa dia paling sering dipanggil ke masjid ini? Padahal banyak yang lebih baik. Aku pun semakin kesal, tetapi ku pendam saja. Soalnya, beliau adalah salah satu penceramah favorit bapakku.
Lalu, waktu pun bergulir. Aku belajar lebih banyak hal sejaknya.
Tahun lalu, aku diajak ke masjid oleh bapak untuk shalat maghrib. Bapak bersemangat karena ustadz-yang-aku-kesal-padanya itu akan memberikan ceramah. Ternyata beliau masih sering di undang ke masjid. Kalau tidak salah, waktu ceramahnya adalah ba’da maghrib. Aku pun menuruti ajakan bapak. Meski pernah kesal pada si ustadz, aku coba menetralkan perasaan. Niatku adalah menuntut ilmu.
Waktu itu, Si ustadz-yang-aku-kesal-padanya biasa berceramah dengan menggunakan notebook dan LCD projector. Metode yang cukup unik, karena di masjid ini cuma dia yang memakainya. Ada sih yang lebih unik. Namun lain kali saja ku ceritakan.
Singkat cerita, Si ustadz-yang-aku-kesal-padanya pun memulai ceramahnya.
Kawan, di luar dugaan, kali ini aku mengerti isi ceramahnya! kata-katanyasatu per satu masuk ke dalam kepalaku dengan lancar. Bahkan sebagian di antaranya menggetarkan hatiku. Membuat bulu kuduk berdiri. Kata-katanya seakan beresonansi dengan apa yang telah aku pelajari beberapa tahun terakhir.
Aku tertegun. Aku bisa mendapat pemahaman dari orang yang pernah aku kesali, aku sinisi, dan aku cela cara mengajarnya beberapa tahun lalu. Siapa sangka?
Dari sini, aku dapat sebuah pelajaran berharga. Saat aku merasa kesulitan menerima sebuah ilmu, aku malah congkak. Yang ku lakukan justru mencari kesalahan si pengajar. Mencela cara mengajarnya, bahkan gesturnya. Konyol sekali. Padahal, faktanya aku memang masih bodoh. Ilmuku belum sampai sana. Sesederhana itu.
Mungkin bisa menjadi nasehat bagimu. Jangan sampai egomu menghalangi naluri belajarmu. Senantiasa merendah dalam belajar. Kalau belum paham, mungkin usahamu yang perlu diperkeras.
Posting Komentar

Back to Top